HAK INTELEKTUAL

Rino dan Riau Rhythm Lega Hak Cipta "Satellite of Zapin" Terdaftar

Hukum | Selasa, 16 Maret 2021 - 03:04 WIB

Rino dan Riau Rhythm Lega Hak Cipta "Satellite of Zapin" Terdaftar
Komponis Rino Dezapati (tengah) bersama kelompok musiknya, Riau Rhythm. (RIAU RHYTHM FOR RIAUPOS.CO)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Telah lama menjadi keresahan bagi Rino Dezapati dan grup Riau Rhythm terkait hak cipta karya album Satellite of Zapin. Selama ini, Rino hanya dapat menyaksikan atau mendengar informasi yang mengatakan karyanya dipakai oleh pihak-pihak tertentu dengan berbagai kepentingan. 

Keresahan tersebut menjadi wajar sebab di balik karya itu ada hak moral dan hak ekonomi yang telah diatur oleh undang-undang HAKI nomor 28 tahun 2014. Namun akhirnya Rino mendapatkan sertifikat hak cipta tersebut setelah mengurusnya.


Sertifikat hak cipta karya Rino dan Riau Rhythm ini diserahkan secara simbolis dari pihak Direktorat Jendral Kebudayaan, Kemendikbud RI, pada acara peringatan Hari Musik Nasional 15 Maret 2021. 

Kegiatan ini dilaksanakan secara daring dan dihadiri oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadim Makarim, dan juga Hilmar Farid, Direktur Jendral Kebudayaan Kemendikbud RI yang menjadi pembicara pada diskusi bertema "Penguatan Hak Cipta Musik Tradisional". 

Rino mengatakan, masih saja ada pihak-pihak yang menggunakan karya Satellite of Zapin dan karya Riau Rhythm lainnya tanpa izin atau lisensi. Terutama pihak yang menggunakan karya ini dalam konteks komersial. 

Misalnya, pada tahun 2019 lalu Rino mendapat laporan bahwa album Satellite of Zapin digunakan pada acara audisi pencarian bakat di stasiun televisi swasta nasional di Jakarta. 

"Saya tak bisa berbuat apa-apa karena status karya tersebut belum didaftarkan  dan belum sah secara hukum," ujar Rino, Senin (15/3/2021). 

Diceritakannya lagi, ada juga sebuah akun di Youtube yang menyiarkan beberapa lagu Riau Rhythm, termasuk Satellite of Zapin. Pada kolom komentar terdapat banyak permintaan izin untuk menggunakan lagu tersebut untuk berbagai kepentingan. Uniknya pemilik akun tersebut memberi ijin seolah-olah dialah pemiliknya. 

"Untuk kasus di Youtube cukup mudah diantisipasi dengan melaporkan ke pihak Youtube terkait kepemilikan karya tersebut degan bukti telah terdaftar di Tune Core. Dan tak lama setelahnya akun tersebut diblok," jelas lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini.

Kata Rino, di Malaysia, sejak karya ini dibuat tahun 2001 telah menggaung di seantero negeri jiran tersebut. Bahkan salah satu musisi dan direktur Youth Jazz Festival di Kuala Lumpur menuturkan, Rino seharusnya sudah meraup royalti miliaran rupiah dari karya Satellite of Zapin yang digunakan di Malaysia, sebab sejak tahun 2001 hingga kini Satellite of Zapin masih ada yang gunakan. 

Di bagian lain, salah satu personil Riau Rhytm yang juga Sekretaris Umum Asosiasi Seniman Riau (Aseri), Aristofani Fahmi, menjelaskan, Pada bab XI Undang-Undang Hak Cipta tertera penjelasan Lisensi dan Lisensi Wajib. Bab ini mengatur bahwa setiap pihak yang akan menggunakan karya orang lain wajib memiliki lisensi atau izin tertulis dari pemilik hak cipta.

"Di dalamnya terdapat pasal-pasal yang mengatur kesepakatan durasi penggunaan karya dan besaran jumlah royalti," jelas Itok, panggilan akrabnya.

Dijelaskan Itok, album Satellite of Zapin yang berisi 9 buah lagu diciptakan pada tahun 2001 didaftarkan oleh  Riau Rhythm bersama 2 album lainnya bertajuk Suvarnadvipa (2014) berisi 9 buah lagu, dan yang teranyar karya Awang Menunggang Gelombang (2020)  yang juga berisi 9 buah lagu. 

Berdasarkan sertifikat Hak Cipta Riau Rhythm, kata lelaki lulusan Institut Seni Surakarta (ISS) ini,  ketiga album tersebut didaftarkan dengan kode EC00202114381 pada tanggal 5 Maret 2021. Ketiganya dicatat dengan jenis ciptaan “Bunga Rampai”, dengan judul ciptaan “Kompilasi Musik Riau Rhythm Chambers Indonesia”. Sedangkan kode pencatatannya bernomor 000241084. 

"Dengan adanya sertifikat ini maka seluruh karya saya dan Riau Rhythm yang berjumlah 27 buah sah secara hukum dan terikat untuk penggunaannya," jelas Itok mengakhiri. 

Laporan/Editor: Hary B Koriun

 
 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook